Burnout adalah sesuatu yang dipikirkan dan ditakuti oleh setiap player esports dan anggota staf. Burnout itu kompleks, dan itu terjadi karena berbagai alasan. Tidak ada “jika ini, maka itu” dalam kelelahan, karena merupakan kombinasi dari faktor internal dan eksternal. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua pemain yang mengalami burnout (kejenuhan) berhenti bermain.

Kelelahan fisik dan mental adalah karakteristik utama dari burnout. Kelelahan fisik biasanya merupakan hasil dari overtraining atau under-recovery, misalnya jadwal tidur yang terganggu karena perjalanan untuk kompetisi profesional dan semi-profesional. Sentralisasi dan profesionalisasi esports seperti League of Legends dan judul esports lain membantu mengurangi faktor ini, tetapi para pemain masih memiliki jadwal latihan yang ketat dan mungkin tergoda untuk mengorbankan waktu pemulihan untuk kehidupan sosial, streaming, dan hobi lainnya.

sumber: DBLTAP

Gejala burnout dalam esports berkisar luas dari satu pemain ke pemain lain, tetapi ada tanda-tanda yang harus diperhatikan yang dapat menunjukkan bahwa pemain merasa lelah. Pemain yang mengalami kelelahan sering kali merasakan berkurangnya prestasi, terpaku pada kekalahan dan kemenangan. Mereka mungkin menyalahkan orang lain atas kesalahan mereka atau melakukan yang sebaliknya dan terlalu banyak menekan diri mereka sendiri. Pemain dapat bertindak dan membuat keputusan terburu-buru, yang dapat merusak diri dan karir mereka.

Selain rasa pencapaian yang berkurang, para pemain memberikan nilai lebih rendah pada permainan mereka. Mereka mungkin memiliki sikap negatif terhadapnya dan mempertanyakan mengapa mereka masih bermain, mengklaim bahwa “semuanya bodoh” dan orang lain perlu memperbaiki masalah mereka agar mereka dapat menikmati permainan. Ini dapat menciptakan lingkungan tim yang tidak sehat dan menyeret orang lain juga.

BACA JUGA: Harga Skin Estes – Rattan Dragon

sumber: Acer.com

Salah satu pemain CS:GO yaitu Device mengalami burnout pada tahun 2017 dan memutuskan untuk mengambil cuti medis dengan total 47 hari. Hal itu dilakukan untuk menjaga kesehatan tubuh dan mental.

“Saya kerap mengalami gejala stres secara tiba-tiba. Setiap waktu menyelesaikan sebuah turnamen, ada hari di mana saya terkapar lelah dan muntah karena adrenalin tubuh yang menurun,” ujar punggawa Astralis seperti dikutip  Sport TV Denmark.

Hal ini menunjukan bahwa burnout dalam esports bukanlah suatu hal yang enteng dan harus segera diselesaikan atau jika tidak akan mengancam para pemain. Jangan lupa kunjungi terus website kita, untuk dapetin berita seputar eSports terupdate dan ikuti Facebook kita!

Galih Ramadani
Galih Ramadani
Suka semua game yang ber-adrenalin!

Artikel Terbaru

1 Comment